Thursday, March 19, 2009

Perempuan Yang Dicinta Suamiku

Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku.

Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic.

Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.

Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan berdua diluarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.

Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran dikamar, atau main dengan anak2 kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.

Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, disuatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit dirumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan dirumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama meisha, temannya Mario saat dulu kuliah.

Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.
Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.

Aku mulai mengingat2 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario, setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering termenung didepan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.

Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,

" Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini ? tidak mau makan juga? uhh… dasar anak nakal, sini piringnya, " lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan….aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun !

Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.

Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku. Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu2.

Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.

Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta, aku tidak pernah menyangka, hatikupun akan mendung, bahkan gerimis kemudian.

Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papa nya, dan memanggilku, " Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha ?"

Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,

Dear Meisha,

Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.

Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.

Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.

Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.

yours,

Mario

Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.

Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain.

Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan diamplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.

Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak2ku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman2ku sudah menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.

Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku.

Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus didalam hatinya. Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.

**********

Setahun kemudian…

Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.

" Mario, suamiku….

Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku…..

Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario.

Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, " kenapa, Rima ? Kenapa kamu mesti cemburu ? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku ?"

Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.

Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan.

Istrimu,

Rima"

Di surat yang lain,

"………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha……"

Disurat yang kesekian,

"…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku.

Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, dirumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah…….

Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya…….."

Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya… dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya.

Disurat terakhir, pagi ini…

"…………..Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya dirumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.

Saat aku tiba dirumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.

Tahukah engkau suamiku,

Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2 cinta mulai bersemi dihatimu ?………"

Jelita menatap Meisha, dan bercerita,

" Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2 mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi…… aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante….. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……" Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.

Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.

Dear Meisha,

Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ?

Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku….

Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.

Bury Children alive

HAKANI A GIRL CALLED SMILE

In 1995, a woman from the Suruwaha gave birth to Hakani. Hakani means smile and she was a little girl full of bright smiles and laughter. During the first two years of her life, however, she did not develop the ability to speak or walk causing her tribe to put pressure on her parents to kill her. Hakani’s parents chose to escape this pressure and killed themselves leaving behind Hakani and four other orphaned children.

The responsibility to kill Hakani now fell to her oldest brother. He took his sister a short distance from the communal hut and buried her, still alive, in a shallow grave. Hakani’s muffled cries continued as she lay buried in the makeshift grave.

Many children’s cries continue for hours until a deep silence descends but for Hakani the deep silence never came. Someone heard her crying, saved her from her shallow grave and placed her into the hands of her grandfather, who took her into his hammock. As the oldest member of the family, however, he knew what traditional practice demanded he do.

Hakani’s grandfather took his bow and arrow and shot Hakani. His arrow missed her heart piercing her shoulder. Immediately guilt overcame him and he ate the poison root in an attempt to take his own life. For Hakani the deep silence had still not descended she had survived yet again.

From that day on, at two and a half years of age, Hakani lived as an outcast. For three years she survived on rain water, bark, leaves, and insects and occasionally scraps of food one of her brothers smuggled to her. Along with this gross neglect she was physically and emotionally abused. Children burned her legs because she could not walk, and laughed when she cried. When others walked by they shouted “Why are you still alive?” “You have no soul!” “Why don’t you just die?”

Over time Hakani lost her bright smile and all other facial expression. Her situation grew increasingly worse and yet for Hakani the deep silence did not descend. Eventually her brother, Bibi, rescued her carrying her to the home of a YWAM missionary couple who had been working for 20 years with the Suruwaha Indians in the Amazon Basin.

The missionaries knew Hakani was weak and very ill. At five and a half years of age; she weighed 15 pounds (7kg) and was 27 inches long (69cm). The couple began to care for Hakani as if she was their own child, but it was hard. She responded to nothing, had no facial expressions, no emotion, and would scream and cry when touched because she had gone for so long without physical contact.

The missionaries cared for Hakani in the Amazon Basin, but they knew if they did not get medical treatment she would die. In time they received permission to take Hakani out of the jungle. Within six months of receiving love, care and medical attention Hakani had begun to walk, started to talk, and her bright smile returned to her face. After a year she was double her weight and size. Today Hakani is twelve years old and with a bright laughing smile she dances, sings and loves art. Her voice today is a voice for life.




NIAWI – BURIED ALIVE AT THE AGE OF 5

When Niawi was buried alive, I couldn't move away from his grave. I stayed there for a long time, hearing him cry from inside his grave, I felt so much anger.
Muwaji Suruwaha

Niawi was the son of one of the best hunters in the village and was also one of four handsome brothers. He was the fourth. This made his family a very special family – 4 sons, who would grow up and hunt and kill many tapirs to feed the people, just like their father did.

But to the sadness of the family, he didn’t grow as a normal boy. At three years, he could neither walk nor talk. In spite of being a chubby and beautiful boy, everyone noticed that there was something wrong. The family felt more and more embarrassed and unhappy.

Several medical teams had been in the village and had seen the state of the child, but felt that nothing could be done, after all, the Suruwaha people were semi-isolated indians and the official bodies felt that any type of interference should be avoided. And to take him out of the tribe would be considered a serious cultural interference.

The pressure mounted and the displeasure of the parents became so unbearable that they ended up committing suicide when Niawi was 5 years old. The whole community grieved the loss of the great hunter and his wife. There were long days of mourning and of ritual chants. When the funeral rituals were finished, Niawi’s oldest brother gave Niawi several blows to the head, until he passed out. After this, according to the reports of his relatives, Niawi was buried, still alive, in a shallow pit, close to the hut where the tribe lived.

Some of the young women from the tribe, shocked, but unable to do anything, stood still around the makeshift grave. They stood there hearing the muffled cry of the boy until a deep silence came. A silence that continues until today.

My name is Edson Bakairi, and I am a survivor.

No child is guilty of being born; all children have the right to life. With every child that dies, the dreams and hopes of somebody who could be important for their community, capable of making changes and rebuilding their people’s history, also die.

When the moment arrived for my mother to give birth to me, she felt the pains and went off to be alone in the jungle far from the village with the intention of killing me. As soon as I’d been born, she tried to suffocate me, but because she was very weak, she couldn’t do it. She then tried to hang me up with vines, but didn’t manage to do it and ended up abandoning me in the forest.

Arriving at home, she told my older sisters, who at the time would have been between 9 and 11 years old, to go and bury the child that was in the forest. She said that if the child was alive, to kill and bury it so my father wouldn’t have to know of the birth. They left in the direction that my mother pointed to. When they arrived at the place, they found me covered in blood and mud and there were insects flying around me. There were even insects in my mouth and nose, but I was still moving.

My sisters were panic-stricken and confused. LĂșcia, the oldest, was determined to kill and bury me for fear of her father’s reaction, but Maria, my other sister, was compassionate and didn’t allow it and convinced LĂșcia with the argument that as a boy, I could be useful. So, they lifted me up and took me home; there, they cut the umbilical cord with sewing scissors, cleaned me up, cut their skirts and clothed me, they crushed up rice with a pestle and mortar to make rice-milk and they fed me. After, they took me to my mother and told her that when they found me, I was still moving and they felt pity and didn’t have the courage to kill me, and so they decided to hide me in the forest and take care of me, even putting their own lives at risk. They stood up to my father’s madness and fought so that he didn’t take my life. Much later, my mother became very fond of me. The son that she had tried to kill became her favorite child and was the center of her attention.
(Edson Bakairi, indigenous leader from Mato Grosso)

Kupu-kupu

Seorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari ada lubang kecil muncul. Dia duduk dan mengamati dalam beberapa jam kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap-sayap mengkerut.
Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang dalam waktu. Semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut.
Dia tidak pernah bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yg menghambat dan perjuangan yg dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.
Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang. Saya memohon Kekuatan. Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan. Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan. Saya memohon Kemakmuran. Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja. Saya memohon Keteguhan hati. Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi. Saya memohon Cinta. Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong. Saya memohon Kemurahan /kebaikan hati. Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan. Saya tidak memperoleh yang saya inginkan, saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.

Kisah Tiga Batang Pohon

Alkisah di sebuah puncak gunung tumbuhlah 3 batang pohon kecil beserta impiannya masing-masing.

Pohon kecil pertama menerawang ke arah bintang-bintang dan berkata, "Saya akan tumbuh menjadi kotak harta terindah di dunia yang akan berisi harta karun serta dipenuhi emas dan permata."

Pohon kecil kedua memandang ke arah sungai kecil yang mengalir ke laut dan berseru, "Saya akan menjadi kapal yang termegah di dunia, mengarungi samudra luas dan membawa raja-raja yang berkuasa."

Pohon kecil ketiga melihat ke arah kota, di lembah tempat orang-orang sibuk bekerja, "Saya ingin tumbuh menjadi pohon tertinggi di dunia, sehingga orang-orang yang berhenri unutk menggagumi saya harus memandang ke arah surga dan teringat akan Tuhan!"

Tahun demi tahun berlalu, dan hujan serta sinat matahari silih berganti bersamaan dengan tumbuhnya 3 batang pohon tersebut.

Sampai suatu saat, datanglah penebang kayu.
Penebang pertama memandang ke arah pohon pertama dan berkata, "Pohon ini sungguh indah dan sangat sempurna bagiku." Dengan sesekali mengayunkan kapaknya yang berkilauan, tumbanglah pohon pertama itu. "Sekarang saya akan diolah menjadi kotak perhiasan, saya akan berisi harta yang sangat indah," kata pohon pertama.

Penebang kedua memandang ke arah pohon kedua dan berkata, "Pohon ini sangat kuat dan sesuai bagiku." Dengan sebuah ayunan kapaknya yang berkilauan, robohlah pohon kedua tersebut.

Pohon ketiga merasa jantungnya berhenti berdetak manakala penebang terakhir memandangnya. Dia berdiri tegak dan dengan gagahnya menjulang ke surga, tetapi dengan tanpa menolehpun, bergumamlah penebang tersebut, "Pohon apapun sesuai bagiku." Dan tumbanglah pohon ketiga tersebut bersamaan dengan ayunan kapak sang penebang.

Pohon pertama sangat bersukacita tatkala penebang membawanya ke tukang kayu. Tapi apa daya, sang tukang kayu mengolahnya menjadi kotak makanan ternak. Pohon yang indah itu bukan berisi emas dan permata, tetapi dipenuhi dengan serbuk gergaji dan disi dengan jerami untuk makanan ternak.

Pohon kedua tersenyum saat penebang tersebut membawanya ke sebuah galangan kapal. Tetapi bukanlah sebuah kapal pesiar megah yang dibuatnya, melainkan sebuah kapal nelayan sederhana yang diolah dari sebuah pohon yang kuat itu. Kapal tersebut terlalu lemah dan kecil untuk mengarungi samudera atau sungai, sebaliknya ia dibawa ke sebuah danau.

Pohon ketigapun bingung pada saat penebang tersebut mengolahnya menjadi sebatang pilar dan menggeletakkannya di gudang penyimpanannya. "Apa yang terjadi," katanya. "Yang paling saya inginkan hanyalah tinggal di puncak gunung dan mengarah ke Tuhan!"

Hari demi hari berlalu, siang dan malam silih berganti. Ketiga pohon itupun telah hampir melupakan impian mereka.

Tetapi suatu malam, cahaya bintang keemasan menyinari pohon pertama manakala seorang ibu muda membaringkan bayinya yang baru lahir ke dalam palungan tersebut. "Seandainya saya dapat membuatkan sebuah ayunan bagi bayi-Nya." bisik sang suami. Wanita tersebut menyentuh lengan suaminya dan tersenyum memandangi kayu yang kuat dan halus tersebut, yang berkilau diterpa sinar bintang dan berkata, "palungan itu sangat indah!"
Pada saat itu pula pohon pertama tersebut menyadari bahwa ia sedang memegang harta terbesar di dunia.

Suatu senja, seorang penggembara yang letih bersama dengan rombongannya berduyun-duyun menaiki sebuah perahu nelayan tua. Sang penggembarapun jatuh tertidur dengan lelap saat pohon kedua berlayar dengan tenaga ke danau.
Tiba-tiba datanglah topan dan bagai. Pohon kecil tersebut menjadi takut, karena ia tahu ia tidak cukup kuat untuk membawa sedemikian banyak penumpang mengarungi hujan dan badai tersebut dengan aman. Penggembara yang ternyata lelaki muda itupun terbangun, berdiri dan merentangkan kedua belah tangan-Nya seraya berkata, "tenanglah!" Dan badaipun segera berlalu. Pada saat itu pohon kedua menyadari bahwa ia sedang membawa Raja atas langit dan bumi.

Pada suatu jumat pagi, pohon ketigapun tertegun tatkala ia dibawa dari tumpukan kayu tersebut. Diapun menciut pada saat digotong melewati massa yang mengamuk. Dan semakin bergetarlah ia tatkala prajurit memakukan tangan seorang lelaki ke dirinya. Ia merasa dirinya menjadi begitu buruk, kasar dan tajam. Tetapi pada hari minggu pagi, pada saat sang surya terbit dan dunia bersukacita, pohon ketiga tersebut menyadari bahwa kasih Tuhan telah mengubah segalanya. Tuhan telah menjadikan pohon tersebut kokoh dan semua orang mengenang pohon tersebut akan teringat pada Tuhan!
Bukankah itu lebih berarti daripada menjadi pohon tertinggi di dunia ?

Kisah Besi Dan Air

Ada dua benda yang bersahabat karib yaitu besi dan air. Besi seringkali berbangga akan dirinya sendiri. Ia sering menyombong kepada sahabatnya : "Lihat ini aku, kuat dan keras. Aku tidak seperti kamu yang lemah dan lunak" Air hanya diam saja mendengar tingkah sahabatnya.

Suatu hari besi menantang air berlomba untuk menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana . Aturannya : "Barang siapa dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang" Besi dan air pun mulai berlomba : Rintangan pertama mereka ialah mereka harus melalui penjaga gua itu yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, Ia menabrakkan dirinya ke batu-batuan itu.Tetapi karena kekerasannya batu-batuan itu mulai runtuh menyerangnya dan besipun banyak terluka di sana sini karena melawan batu-batuan itu.

Air melakukan tugasnya ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu dan tidak menyadarinya, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak lainnya.

Score air dan besi 1 : 0 untuk rintangan ini. Rintangan kedua mereka ialah mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua. Besi merasakan kekuatannya, ia mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dan ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi celah-celah itu ternyata cukup sulit untuk ditembus, semakin keras ia berputar memang celah itu semakin hancur tetapi iapun juga semakin terluka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai dan karena bentuknya yang bisa berubah ia bisa dengan leluasa tanpa terluka mengalir melalui celah-celah itu dan tiba dengan cepat didasar gua. Score air dan besi 2 : 0

Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya ia berkata kepada air : "Score kita 2 : 0, aku akan mengakui kehebatanmu jika engkau dapat melalui rintangan terakhir ini !"

Airpun segera menggenang sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini,tetapi kemudian ia membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap. Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian ia meminta bantuan angin untuk meniupnya kesebarang dan mengembunkannya. Maka air turun sebagai hujan. Air menang telak atas besi dengan score 3 : 0.

Jadikanlah hidupmu seperti air. Ia dapat memperoleh sesuatu dengan kelembutannya tanpa merusak dan mengacaukan karena dengan sedikit demi sedikit ia bergerak tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras. Ingat hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih bukan dengan paksaan dan kekerasan. Kekerasan hanya menimbulkan dendam dan paksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membela diri. Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia flexibel dan tidak kaku karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya dan tidak ada yang bertentangan dengan dia. Air tidak putus asa, Ia tetap mengalir meskipun melalui celah terkecil sekalipun. Ia tidak putus asa. Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, padanya masih dikaruniakan kemampuan untuk merubah diri menjadi uap (Inilah Mujizat)

Kasih Yang Sebenarnya

Suatu malam, di sebuah stasiun radio, sedang
berlangsung acara dimana
orang-orang berbagi pengalaman hidup mereka. Perhatian saya yang semula
tercurah pada tugas statistik beralih ketika seorang wanita bercerita
tentang ayahnya. Wanita ini adalah anak tunggal dari sebuah keluarga
sederhana yang tinggal di pinggiran kota Jakarta. Sejak kecil ia sering
dimarahi oleh ayahnya. Di mata sang ayah, tak satupun yang dikerjakan
olehnya benar. Setiap hari ia berusaha keras untuk melakukan segala sesuatu
sesuai dengan keinginan ayahnya, namun tetap saja hanya ketidakpuasan sang
ayah yang ia dapatkan.

Pada waktu ia berumur 17 tahun, tak sepatah ucapan selamat pun yang keluar
dari mulut ayahnya. Hal ini membuat wanita itu semakin membenci ayahnya.
Sosok ayah yang melekat dalam dirinya adalah sosok yang pemarah dan tidak
memperhatikan dirinya. Akhirnya ia memberontak dan tak pernah satu hari pun
ia lewati tanpa bertengkar dengan ayahnya.

Beberapa hari setelah ulang tahun yang ke-17, ayah wanita itu meninggal
dunia akibat penyakit kanker yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun
kecuali pada istrinya. Walaupun merasa sedih dan kehilangan, namun di dalam
diri wanita itu masih tersimpan rasa benci terhadap ayahnya.

Suatu hari ketika membantu ibunya membereskan barang-barang peninggalan
almarhum, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi dan
diatasnya tertulis "Untuk Anakku Tersayang". Dengan hati-hati diambilnya
bingkisan tersebut dan mulai membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah jam
tangan dan sebuah buku yang telah lama ia idam-idamkan. Disamping kedua
benda itu, terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda, warna
kesukaannya. Perlahan ia membuka kartu tersebut dan mulai membaca tulisan
yang ada di dalamnya, yang ia kenali betul sebagai tulisan tangan ayahnya.

Ya Tuhan,Terima kasih karena Engkau mempercayai diriku yang rendah ini.
Untuk memperoleh karunia terbesar dalam hidupku Kumohon Ya Tuhan, Jadikan
buah kasih hambaMu ini Orang yang berarti bagi sesamanya dan bagiMu. Jangan
kau berikan jalan yang lurus dan luas membentang Berikan pula jalan yang
penuh liku dan duri Agar ia dapat meresapi kehidupan dengan seutuhnya.
Sekali lagi kumohon Ya Tuhan, Sertailah anakku dalam setiap langkah yang ia
tempuh Jadikan ia sesuai dengan kehendakMu Selamat ulang tahun anakku Doa
ayah selalu menyertaimu

Meledaklah tangis sang anak usai membaca tulisan yang terdapat dalam kartu
tersebut. Ibunya menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Dalam pelukan
ibunya, ia menceritakan semua tentang bingkisan dan tulisan yang terdapat
dalam kartu ulang tahunnya. Ibu wanita itu akhirnya menceritakan bahwa ayah
memang sengaja merahasiakan penyakitnya dan mendidik anaknya dengan keras
agar sang anak menjadi wanita yang kuat, tegar dan tidak terlalu kehilangan
sosok ayahnya ketika ajal menjemput akibat penyakit yang diderita ........

Janganlah Kamu Kuatir

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah dilihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.

Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat. " Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tidak menjual kuda itu. Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia,"Sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami peringatkanmu bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan.

Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?" Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan." Orang tua itu berbicara lagi. "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami." Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang. Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.

"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi. Orang tua itu berbicara lagi. "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka tidak akan melihat anak-anak mereka kembali "Kamu benar, orang tua," mereka menangis "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya"

Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu."

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari Tukang Kayu lain di Galilea. Sebab Tukang Kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya: "Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri." Ia yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab terakhir.

Jangan Benci Aku, Mama....!

Seberapa pentingkah anak-anak bagi Anda? Seberapa besarkah kasih sayang
Anda kepada mereka? Ingat, jangan pernah mengabaikan mereka, karena mereka
adalah anak-anak yang Tuhan titipkan kepada Anda. Semoga kisah dari
Irlandia Utara ini akan mengubah Anda dari seorang yang mengabaikan
anak-anak menjadi orang tua yang mengasihi mereka. Bacalah dengan perlahan
dan berdoalah setelah Anda selesai membacanya.

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya
lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama
Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak
terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk
dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya
terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan
saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya
menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam.
Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya
pakaian anak-anak yang indah-indah. Namun tidak demikian halnya dengan
Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat
membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang
keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.

Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun
kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin
menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal
seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta
Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk
membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak
kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia
Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat
buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit
demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12
tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak
ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.

Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu
cekali pada Mommy!" Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun
saya menahannya, "Tunggu...! Sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak
manis?"

"Nama saya Elic, Tante."

"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"

Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai
perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintas
kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar
dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya
dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati...,
mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan
ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran
saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric...

Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad
dengan pandangan heran menatap saya dari samping.

"Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang
telah saya lakukan dulu." Tapi aku menceritakannya juga dengan
terisak-isak. ..

Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang
begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangissaya reda, saya keluar dari
mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk
yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa
gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric...
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih
saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari
bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata
saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu. Namun saya
tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut
tergeletak di lantai tanah.

Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai
berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju
butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. .. Beberapa saat kemudian,
dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar dari ruangan itu...
Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat
kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat
tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat
kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang
itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya
tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang
parau.

"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan
seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah
kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus
menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya
terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun
saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya
tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric
meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama
bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...

"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric,
ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau
Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."

Saya menjerit histeris membaca surat itu.

"Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan
meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong
katakan..!!"

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah
meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus,
ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk
ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang,
Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ... Ia hanya
berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan
deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di
sana..... Nyonya, dosa Anda tidak terampuni!"

Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.

(kisah nyata dari Irlandia Utara)

Hadiah Sang Ayah

Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda, sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan. Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya. bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan ke teman-temannya.

Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan... bukan sebuah kunci! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Alkitab yang bersampulkan kulit asli, di kulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, "Yaahh... Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan Alkitab ini untukku? " Lalu dia membanting Alkitab itu dan lari meninggalkan ayahnya.

Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu. Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses. Dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam. Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu.

Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang di rumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Alkitab itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Alkitab itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Alkitab itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, "Dan kamu yang jahat tahu memberikan yang baik kepada anakmu, bagaimana Bapa-mu yang di sorga akan memberikan apa yang kamu minta kepada-Nya?"

Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Alkitab itu. Dia memungutnya... sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. Dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu. Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. Bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga.

Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati........

Doa yang Dijawab

Ada seorang kakek yang sudah tua, tinggal di sebuah rumah di pinggiran desa. Kakek ini adalah seorang yang sangat saleh dan rajin beribadah kepada Tuhan. Si kakek dikenal di seluruh desa karena kebaikannya suka menolong orang dan taat beribadah.

Pada suatu hari turun hujan lebat di desa tersebut dan air dengan sangat cepatnya naik ke atas dan telah mencapai sebatas lutut. Orang-orang di desa tersebut telah diinstruksikan untuk mengungsi dan ramai-ramai mereka membawa barang-barangnya keluar dari rumah mereka masing-masing.

Si Kakek yang tinggal di pinggiran desa juga tidak luput dari situasi banjir tersebut dan menjadi cemas karenanya, tetapi sebagai orang yang beriman, dia berusaha berdoa memohon kepada Tuhan untuk menghentikan hujan yang lebat tersebut agar seluruh orang di desa tersebut bisa diselamatkan.

Tak lama setelah dia berdoa, datanglah kepala desa hendak menjemputnya dengan kendaraan jipnya, tetapi si kakek menolak dengan halus dan dia berkata bahwa dia percaya bahwa Tuhan akan mendengarkan doanya dan segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Pergilah segera sang kepala desa dengan perasaan cemas, tetapi karena dia percaya bahwa dia memang orang yang saleh, tentunya Tuhan juga pasti akan menolongnya juga. Hujan turun semakin lebatnya dan telah mencapai ketinggian satu meter dan seluruh penduduk desa telah mengungsi ke luar dan si kakek pun sudah berjongkok di atas lemarinya, dengan perasaan yang semakin cemas akhirnya dia berdoa dengan lebih keras lagi memohon kepada Tuhan untuk segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Tak lama kemudian datanglah regu penyelamat dengan mengendarai perahu karet dan berteriak-teriak memanggil si kakek. Si kakek pun berteriak kepada regu penyelamat tersebut dan berkata bahwa dia telah berdoa kepada Tuhan dengan lebih bersungguh-sungguh dan Tuhan selama ini tidak pernah tidak mendengarkan doanya dan dia percaya bahwa kali inipun Tuhan pasti mendengarkan doanya.

Akhirnya perahu karet itupun pergi dengan perasaan yang sangat khawatir akan keselamatan si kakek, tetapi karena merekapun merasa bahwa sang kakek memang memiliki iman yang lebih tebal daripada mereka maka merekapun tidak berani memaksa lebih keras lagi. Sepeninggal regu penyelamat dengan perahu karet, hujan malah turun semakin lebatnya dan lebih lebat dari sebelumnya dan kali ini si kakek sudah berdiri di atas atap rumahnya dan berteriak-teriak dengan sangat kerasnya berdoa memohon kepada Tuhan untuk segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Dari atas terdengar deru helikopter dengan keras dengan lampu sorotnya dan tampak beberapa orang berteriak dari atas helikopter kepada sang kakek untuk segera menangkap tali yang dilemparkan ke bawah. Dan kali inipun sang kakek menolak dan berkata dengan yakinnya bahwa dia telah berdoa dengan sangat sungguh-sungguh dan kali ini Tuhan pasti akan menghentikan hujan tersebut dan menolong si kakek. Dengan putus asa helikopter tersebut meninggalkan si kakek yang terus berteriak-teriak memohon kepada Tuhan untuk menghentikan hujan lebat tersebut dan mereka berharap bahwa semoga doa kakek terkabul dan mereka juga tahu bahwa kakek Rahmat adalah orang yang sangat beriman dan selalu menolong orang lain.

Akhir kata hujan tidak juga berhenti dan menenggelamkan si kakek dan dia pun meninggal. Karena selama hidupnya kakek tersebut sangat beriman dan tidak pernah sekalipun berbuat yang tidak baik dihadapan Tuhan, maka si kakek diijinkan masuk ke dalam surga. Di surga, kakek bertemu dengan Tuhan dan lalu menyatakan kekecewaannya karena doanya yang terakhir tidak dikabulkan olehNya.

Tuhanpun berfirman kepadanya :"Kakek yang baik, engkau adalah anakku yang baik dan sepanjang hidupmu engkau selalu menuruti firmanKu, dan Akupun selalu mendengarkan doa-doamu dan mengabulkannya. Pada waktu engkau berdoa yang pertama kalinya, Aku telah mengirim kepala desa untuk menjemputmu dengan mobil jipnya tetapi engkau tolak, lalu doamu yang kedua, Aku mengirimkan regu penyelamat dengan perahu karetnya dan itupun kau tolak dan terakhir engkau berdoa kepadaKu, Aku mengirimkan sebuah helikopter untuk menjemputmu tetapi masih engkau tolak juga.
Aku selalu mendengarkan doamu anakKu."

Inti cerita ini adalah mengenai sebuah kesempatan, dan bagaimana kita mengerti jawaban Tuhan atas doa-doa kita.

Dapatkah Dua Orang Berjalan Bersama?

Suatu pagi, gelombang awan debu menutupi jalan setapak yang adalah jalanan kami setiap hari. Tempat tinggal sementara tetangga kami yang dikelilingi gerobak-gerobak dipenuhi suasana riuh bersebu tersebut, ternyata adalah akibat adanya dua ekor sapi jantan yang saling bertarung keras. Kedua sapi jantan tersebut mendengus-dengus, menguak dan saling menyerang, dengan tanduk tajam mereka yang saling mengunci, saling berusaha dengan gigihnya mengalahkan lawannya, saling berupaya keras untuk mematahkan tanduk lawannya.

Tetapi yang aneh, pemilik kedua sapi jantan tersebut malah memberikan semangat atau dorongan kepada sapi-sapi itu agar terus bertarung sampai ada yang kalah. Mula-mula yang satu didera lalu yang lainnya jika kelihatannya sapi-sapi jantan itu hendak berhenti bertarung. Deraan tersebut nampaknya dilakukan terus agar kedua sapi jantan itu marah dan bertarung terus, menyodorkan tontonan gratis.

Saya terheran-heran, maka saya pun bertanya, "Mengapa sapi-sapi itu tidak dihentikan agar tidak berkelahi terus? Mengapa kedua sapi itu malah dihasut terus agar berkelahi dengan sengit?"

"Apa!?" jawab si pemilik kedua sapi itu, "Saya baru saja membeli kedua sapi jantan itu dan saya tidak bisa menggunakannya sebagai satu tim untuk menarik gerobak-gerobak ini, sebab mereka berkelahi terus. Karena itu keduanya harus bertarung dulu untuk menentukan yang mana dari keduanya yang akan menjadi bos. Salah satu dari sapi jantan ini pasti akan menyerah sehingga yang satunya menang, sekali untuk selamanya. Maka saya pun akan bisa menggunakan mereka untuk menarik gerobak-gerobak saya ini. Jika saya mengikat mereka sebagai pasangan untuk menarik gerobak ini sebelum keduanya berkelahi memperebutan posisi sebagai bos, maka yang satu akan menarik gerobak ini ke timur sedangkan yang satunya bisa menariknya ke barat, lalu akan berputar-putar terus laksana perputaran jarum jam."

Maka saya pun diam, lalu kembali ke belakang rumah saya, maka muncullah kata-kata ini dalam ingatan saya, "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3)

Ciuman Terakhir

Rapat Direksi baru saja berakhir. Bob mulai bangkit berdiri dan menyenggol meja sehingga kopi tertumpah keatas catatan-catatannya.

"Waduhhh,memalukan sekali aku ini, diusia tua kok tambah ngaco.."

Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar kemudian, kami semua mulai menceritakan Saat-saat yang paling menyakitkan dimasa lalu dulu.

Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam mendengarkan kisah lain-lainnya.

"Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa saat yang paling tak enak bagimu dulu." Frank tertawa, mulailah ia berkisah masa kecilnya.

"Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta amat pada lautan. Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali mencari mata pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut sampai ia menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga. Bukan cuma cukup buat keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara-saudara lainnya yang masih di rumah."

Ia menatap kami dan berkata, "Ahhh, seandainya kalian sempat bertemu ayahku. Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan memerangi lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia sudah mirip kayak lautan. Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang terbuat dari kanvas dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya. Tak perduli berapapun ibuku mencucinya, tetap akan tercium bau lautan dan amisnya ikan."

Suara Frank mulai merendah sedikit.

"Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah. Ia punya mobil truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu bahkan lebih tua umurnya daripada ayahku. Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang perjalanan. Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya. Saat ayah bawa truk menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk, berharap semoga bisa menghilang. Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem mendadak dan lalu truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia akan selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan berdiri mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke depan, dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku sebagai anak yang baik. Aku merasa agak malu, begitu risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur dua-belas, dan ayahku menyandarkan diri kedepan dan menciumi aku selamat tinggal!"

Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, "Aku ingat hari ketika kuputuskan aku sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan selamat tinggal. Waktu kami sampai kesekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah tersenyum lebar. Ia mulai memiringkan badannya kearahku, tetapi aku mengangkat tangan dan berkata, 'Jangan, ayah.' Itu pertama kali aku berkata begitu padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran.

Aku bilang, 'Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat tinggal.

Sebetulnya sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan.'

Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya mulai basah.

Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar kepalanya, pandangannya menerawang menembus kaca depan. 'Kau benar,' katanya.

'Kau sudah jadi pemuda besar......seorang pria. Aku tak akan menciumimu lagi.'"

Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi kedua matanya, ketika ia melanjutkan kisahnya. "Tidak lama setelah itu, ayah pergi melaut dan tidak pernah kembali lagi. Itu terjadi pada suatu hari, ketika sebagian besar armada kapal nelayan merapat dipelabuhan, tapi kapal ayah tidak.Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan.

Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat dan separuhnya lagi masih ada dilaut.Pastilah ayah tertimpa badai dan ia mencoba menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya."

Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni pipinya.

Frank menyambung lagi, "Kawan-kawan, kalian tak bisa bayangkan apa yang akan kukorbankan sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah ciuman pada pipiku....untuk merasakan wajah tuanya yang kasar......untuk mencium bau air laut dan samudra padanya.....untuk merasakan tangan dan lengannya merangkul leherku. Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu. Kalau aku seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan pernah memberi tahu ayahku bahwa aku terlalu tua 'tuk sebuah ciuman selamat tinggal."

Semoga kita tidak menjadi terlalu tua untuk menunjukkan cinta kasih kita.....

Dedicated to daddy

Learn to live

Dunia berputar dengan cepat...... secepat kita mengedipkan
mata.......secepat kita membalikkan telapak tangan.....

Wanderlei Luxemburgo, pelatih cerdas, ahli strategi, sangat disanjung pada awal kedatangannya ke Real Madrid, tak disangka-sangka enam bulan kemudian dipecat dengan caci maki pulang ke Brasil hanya membawa satu tas....baju kotor.... karena tak mampu bayar binatu di Madrid.

Titus Pangeran Romawi yang gagah berani, thn. 70 masehi dia hancurkan kebudayaan yahudi enam bulan kemudian mati oleh sipilis karena seleranya tak hanya pada wanita.

John Barxton Akhirnya mengemis pada Bill Gates mohon pekerjaan bagi anaknya, Bill Gates orang yang dia pecat enam tahun lalu dari perusahaannya saat Bill Gates tak sengaja menyenggol mobil dinasnya dengan tongkat (Bill Gates saat itu memakai tongkat untuk berjalan).

Marie Goretti, kepala biara karmel prancis merasa tak percaya kalau Claudia Suzzane diminta untuk memimpin Ordo Biarawati tersebut di seluruh dunia termasuk Prancis Claudia Suzzane enam tahun lalu adalah biarawati muda yang dia rekomendasikan untuk di"buang" ke Mesir dan melewati hidupnya di biara gurun pasir dengan iklim yang keras karena bertentangan dengan dirinya. Marie Goretti, tadi pagi dalam Misa Pelantikan Claudia, mencium tangan Claudia sebagai tanda hormat pada pimpinan tertinggi Ordo tersebut. Claudia masih tetap tersenyum dengan murah hati seperti saat dia meninggalkan Prancis dan meminta Marie Goretti untuk tidak mencium tangannya. Marie Gorretti hanya bisa menitikkan airmata haru.

Willy sangat berterimakasih pada Sarno, pagi tadi Sarno menyelamatkan nyawa anaknya Caecil dengan membawanya ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi, anaknya ditabrak lari sepeda motor saat akan menyebrang dekat TK tempatnya bersekolah, saat itu Sarno kebetulan melintas dan segera menolongnya, jika terlambat saja, maka Caecil akan lumpuh dan kehilangan daya ingatnya, atau bahkan meninggal... ... Sarno, mantan Office Boy di
Kantor Willy, saat itu sebagai Kepala Bagian Umum Willy meminta Sarno "keluar dengan Hormat" karena Sarno menjalin kasih dengan Ully resepsionis pada kantor tersebut
dan berencana menikah, akhirnya Sarno dan Ully memutuskan untuk keluar dan membangun usaha kecil-kecilan. ... "No, apa yang bisa saya bantu untuk membalas jasamu? engkau sudah bekerja? dimana? bagaimana kabar Ully?' demikian Willy mencecar Sarno dengan pertanyaan. Sarno hanya tersenyum dan menitikkan airmata, ia tidak ingin menyakiti
hati Willy. Saat ini, atas nama Ully yang meninggal saat melahirkan, Sarno dan kedua anak kembarnya yang masih kecil adalah pemegang 93.5% saham perusahaan tempat Willy bekerja dan beberapa grup perusahaan karena usaha kerasnya.... . dan dia tetap tersenyum seperti
saat ia berpamitan dengan Willy enam tahun lalu.

“Manusia bisa berkehendak dan bertindak, tapi Tuhan punya rencana-NYA"
Enam tahun? Enam bulan? Enam pekan? Enam hari? Enam Jam? Enam menit?
Enam detik? ........... secepat apakah DIA akan membalikkan anda jika
anda tak tahu diri?

"Semoga kita termasuk orang - orang yang bersyukur atas berkat yang
diberikan-Nya. .... Amin"

Cinta Sejati Seorang Ibu

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang kearah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!
Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Iapun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,"Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.
Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah.Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku.
Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.
"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?" Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati.
Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Betapa Berartinya Keluarga

Saya menabrak seorang yang tidak dikenal ketika ia lewat. "Oh, maafkan saya" adalah reaksi saya. Ia berkata, "Maafkan saya juga, saya tidak melihat Anda." Orang tidak dikenal itu, juga saya, berlaku sangat sopan. Akhirnya kami berpisah dan mengucapkan selamat tinggal.
Namun cerita lainnya terjadi di rumah, lihat bagaimana kita memperlakukan orang-orang yang kita kasihi, tua dan muda.
Pada hari itu juga, saat saya tengah memasak makan malam, anak lelaki saya berdiri diam-diam di samping saya. Ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. "Minggir," kata saya dengan marah. Ia pergi, hati kecilnya hancur. Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya.
Ketika saya berbaring di tempat tidur, dengan halus Tuhan berbicara padaku, "Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan, tetapi anak-anak yang engkau kasihi,sepertinya engkau perlakukan dengan sewenang-wenang. Coba lihat ke lantai dapur, engkau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu. Bunga-bunga tersebut telah dipetik sendiri oleh anakmu, merah muda, kuning dan biru. Anakmu berdiri tanpa suara supaya tidak menggagalkan kejutan yang akan ia buat bagimu, dan kamu bahkan tidak melihat matanya yang basah saat itu."
Seketika aku merasa malu, dan sekarang air mataku mulai menetes. Saya pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya, "Bangun, nak, bangun," kataku.
"Apakah bunga-bunga ini engkau petik untukku?" Ia tersenyum, " Aku menemukannya jatuh dari pohon. Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti Ibu. Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru."
Aku berkata, "Anakku, Ibu sangat menyesal karena telah kasar padamu; Ibu seharusnya tidak membentakmu seperti tadi."
Si kecilku berkata, "Oh, Ibu, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu."
Aku pun membalas, "Anakku, aku mencintaimu juga, dan aku benar-benar menyukai bunga-bunga ini, apalagi yang biru."
Apakah anda menyadari bahwa jika kita mati besok, perusahaan di mana kita bekerja sekarang bisa saja dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? Tetapi keluarga yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka.
Mari kita renungkan, kita melibatkan diri lebih dalam kepada pekerjaan kita ketimbang keluarga kita sendiri, suatu investasi yang tentunya kurang bijaksana, bukan? Jadi apakah anda telah memahami apa tujuan cerita di atas? Apakah anda tahu apa arti kata KELUARGA?
Dalam bahasa Inggris, KELUARGA = FAMILY.
FAMILY = (F)ather (A)nd (M)other, (I), (L)ove, (Y)ou.

Besar Bobot Sebuah Doa

Tersebutlah Louise Redden, seorang ibu kumuh dengan baju kumal. Ia masuk ke dalam sebuah supermarket. Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan keadaan suaminya yang sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja. Louise Redden memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makanan.

John Longhouse, si pemilik supermarket, mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya. "Tolonglah Pak, saya janji akan membayar setelah aku punya yang." John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. "Anda tidak mempunyai kartu kredit, Anda tidak mempunyai garansi," alasannya.

Di dekat tempat pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata, "Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini." Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu, Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah Ibu membawa daftar belanja?" "Ya, Pak. Ini," katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal. "Letakkanlah daftar belanja Anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan Anda sesuai dengan berat timbangan tersebut."

Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar. Ia kemudian menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut. Lalu dengan kepala tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan. Mata si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah. Ia menatap pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat." Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum.

Ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan. Disaksikan oleh pelanggan baik hati, si pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain. Jarum timbangan tidak kunjung imbang, sehingga ibu terus mengambil barang-barang keperluannya. Si pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan hingga tak muat lagi.

Si pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa. Karena tidak tahan, si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas belanja si ibu kumal tadi. Dan ia pun terbelalak. Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek, "Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tanganMu." Si pemilik toko terdiam. Si Ibu, Louise, berterimakasih kepadanya dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya.

Si pemilik toko kemudian mencek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak. Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.

Cinta Seorang anak

Beijing - Sungguh besar cinta kasih anak perempuan ini pada ayahnya. Dia mencoba bunuh diri supaya organ hatinya bisa disumbangkan untuk menolong ayahnya yang menderita kanker hati!

Peristiwa mengharukan ini terjadi di Provinsi Jiangsu, China timur. Seorang anak perempuan berumur 13 tahun menelan lebih dari 200 pil tidur. Itu dilakukan Chen Jin setelah dirinya menemukan catatan medis dalam dompet ibunya. Isinya, ayahnya sedang sekarat karena penyakit kanker hati dan hanya bisa bertahan hidup tiga bulan lagi.

Jin pun memutuskan untuk bunuh diri supaya hatinya bisa diberikan untuk menyelamatkan ayahnya. Ibu Jin yang tiba di rumah usai menjenguk suaminya di rumah sakit, mendapati pintu depan rumah dalam keadaan terkunci.

Ibu Jin kemudian masuk ke rumah dengan memanjat jendela belakang. Dia menemukan dua botol pil tidur yang telah kosong.

"Ibu, saya minta maaf saya tak bisa bersama ibu lagi," bunyi pesan yang ditinggalkan Jin untuk ibunya.

"Tolong berikan hati saya untuk ayah dan selamatkan dia setelah kematian saya," tulis Jin seperti diberitakan kantor berita resmi Xinhua dan dilansir CNN, Kamis (5/2/2009).

Insiden itu terjadi pada 24 Januari lalu. Jin telah dibawa ke rumah sakit yang sama tempat ayahnya dirawat. Hingga saat ini, ABG itu masih dirawat di ruang ICU. Kondisinya kritis. Kesadarannya sebentar timbul sebentar hilang.

Ibu Jin sempat berusaha merahasiakan kondisi putrinya itu dari suaminya. Wanita itu tidak ingin suaminya bersedih mengetahui perbuatan putri mereka. Namun akhirnya suaminya mengetahui hal itu dari pemberitaan media China pada Rabu, 4 Februari.

Anak Kecil 6 Tahun Merawat Papanya Yang Lumpuh

Tse Tse kecil sedang menyuapi papanya yang lumpuh.
(Dajiyuan, 17 Des) Karena ayahnya lumpuh bertahun-tahun, anak yang baru
berumur 6 tahun ini terpaksa memikul tanggung jawab rumah tangga. Selain
setiap hari mencuci muka ayahnya, memijat dan memberi makan, dia masih
bersama ibunya mengambil botol air mineral bekas sebagai tambahan pendapatan
keluarga. Cerita Tse Tse ini banyak menyentuh hati teman di internet, hanya
beberapa jam, sudah puluhan ribu orang yang mengkliknya.
Adegan yang mengharukan
Begitu sampai di rumah, Tse Tse langsung sibuk menyiapkan seember air,
lantas dengan tangannya yang mungil ia memeras selembar handuk yang besar,
karena handuk terlalu besar buat dia, Tse Tse membutuhkan 3 sampai 4 menit
baru bisa mengeringkannya, kemudian dengan handuk itu dia menyeka wajah
ayahnya dengan lap itu. Dia sangat teliti melapnya, sepertinya khawatir
kurang bersih. Setelah selesai, Tse Tse kemudian berjingkat melap punggung
ayahnya, di belakang, selesai semua, dengan puas dia tersenyum ke ayahnya.
Tse Tse tahun ini berumur 6 tahun, baru kelas 1 SD, tinggal di jalan Baoan,
desa Nantong, papanya Xiong Chun pada 5 tahun lalu tiba-tiba menderita otot
menyusut, di bawah leher semua lumpuh, untuk mengobati penyakitnya dia telah
menghabiskan semua tabungannya. Sekarang, keluarga yang beranggotakan 3
orang ini hanya mengandalkan ibunya yang bekerja di pabrik, dengan
penghasilan kecil itulah mereka bertahan hidup.
Di sekolah Houde, anak yang seumur dengannya dengan ceria bergandeng tangan
dengan orang tuanya sambil berjalan, namun Tse Tse malah harus sekuat tenaga
mendorong ayahnya pulang. Ketika mau menyeberang jalan, dia akan berhenti
sejenak, menoleh kendaraan yang lalu lalang, setelah aman dia baru
menyeberang. Setiap ketemu tempat yang tidak rata, Tse Tse harus
mengeluarkan tenaga ekstra menaikkan roda depan, menarik kursi roda itu dari
belakang, wajahnya yang mungil sampai terlihat kemerahan. Dari sekolah
sampai rumah jaraknya sekitar 1.500 meter, harus ditempuh selama 20 menit.
Satu keluarga 3 orang menempati rumah 8 m2
Rumah Tse Tse adalah sebuah rumah dengan kamar kecil seukuran 8m2, hanya
besi seng menutupi atap yang menghalangi cahaya masuk ke kamar, di atap
tergantung sebuah lampu energi kecil. Dalam rumah penuh debu, yang paling
mencolok adalah penghargaan Tse Tse yang tergantung di dinding. Terhadap
sekeluarga yang pendapatan bulanannya hanya sekitar 1.000 RMB (Rp. 1,5 juta)
bisa dikatakan, sebuah TV 21" sudah merupakan barang mewah.
Sebuah ranjang atas dan bawah sudah memenuhi seluruh kamar, di atasnya penuh
dengan barang pecah belah, hanya tersisa sedikit ruang kecil. Xiong Chun
berkata, itu adalah ranjang Tse Tse. Sebuah meja lipat tergantung di
dinding, itu adalah meja belajar Tse Tse, juga adalah meja makan keluarga.
Di samping pintu yang luasnya tidak sampai 1 m2, ada "dapur" yang dibuatnya
sendiri, di samping kompor masih tersisa sebatang kubis. "Makanan dan minyak
di rumah semua diberikan oleh teman mamanya, satu hari tiga kali makan, Cuma
makan malam yang agak lumayan, di rumah jarang makan daging, namun setiap
minggu mereka akan mengeluarkan sedikit biaya untuk mengubah kehidupan
anaknya, namun setiap kali makan, Tse Tse akan membiarkan saya makan dulu,
baru dia makan." Kata Xiong Chun.
Tangan mungil Tse Tse sedang memijat kaki papanya.
Setiap hari memijat papanya 3 kali
Mama Tse Tse bekerja di pabrik, setiap siang hari dia akan menyisakan
sedikit waktu pulang ke rumah menanak nasi untuk suaminya, setelah menyuapi
dia segera balik ke pabrik bekerja, tanggung jawab merawat suaminya semua di
bebankan ke pundak Tse Tse.
Xiong Chun memberitahu wartawan, setiap pagi jam 6.30 begitu jam alarm
berbunyi, Tse Tse akan bangun, cuci muka dan sikat gigi, dia juga membantu
papanya mencuci muka, selesai itu dia akan memijat tangan dan kaki papanya,
kira-kira 10 menit. Pulang sekolah sore, dia akan memijat papanya lagi,
malam setelah memandikan papanya, dia akan memijat papanya lagi, baru tidur.

"Agar bisa lebih banyak membantu mamanya, Tse Tse kadang-kadang ikut mamanya
memungut barang bekas untuk menambah penghasilan keluarga. "Xiong Chun
sangat sayang anaknya. Tetangga di sekeliling sangat terharu dan mengatakan:
"Tse Tse sangat mengerti. Kita semua merasa bangga ada anak seperti ini."
Boneka 5 Yuan yang paling disukainya
Mama membawa dia memungut botol air bekas untuk menambah penghasilan. Suatu
ketika, Tse Tse memungut satu mainan mobil plastik bekas di tempat sampah,
dia bagaikan mendapat barang pusaka, setiap hari akan main sebentar dengan
mobil plastiknya itu. Yang Xianfui berkata, kemarin mama dan anak pergi
memungut besi bekas, bisa dijual 20 Yuan.
Tse Tse punya satu boneka kecil yang lucu, itu yang paling disayanginya.
Malam hari juga mengendongnya tidur. "Dia melihat boneka itu di toko,
beberapa kali dia memintanya, 5 Yuan, saya tidak tega terus, akhirnya saya
nekat membelikannya, " Kata Xiong Chun.
Tse Tse dengan tekun merawat papanya.
Begitu Tidak Boleh Sekolah, Langsung Menangis
Untuk mengirit biaya listrik,setiap hari begitu pulang sekolah Tse Tse akan
memindahkan "Meja kecilnya" keluar, mengejar siang hari menyelesaikan
PR-nya.
"Uang sekolahnya setahun sekitar 3.000 sampai 4.000, kami tidak sanggup.
Karena tidak ada uang, tahun ini saya juga melepaskan berobat lagi," kata
Xiong Chun. Beberapa waktu yang lalu, dia berbicara dengan istrinya agar Tse
Tse berhenti sekolah saja, Tse Tse begitu tahu langsung menangis.
Xiong Chun berteriak, "Hidup normal saja bermasalah, masih harus kasih dia
sekolah, sungguh susah, bila sudah tidak mungkin, biar dia berhenti saja."
Tse Tse yang sedang bermain boneka, begitu mendengar kata papanya, langsung
menangis. Xiong Chun menarik Tse Tse ke sisinya, membujuk: "Papa akan
usahakan kamu sekolah, biar kamu bisa sekolah!" Setelah dibujuk beberapa
kali, Tse Tse baru berhenti menangis, dengan tangan mungilnya dia menyeka
air matanya.
"Terhadap Tse Tse, saya sungguh menyesal.... ," sambil menangis tersedu,
Xiong Chun sudah tidak dapat berkata lagi. Xiong Chun berkata: "Saya percaya
pasti akan sembuh, Tse Tse adalah harapan saya.

Sebuah Pengalaman Hidup

Danielle duduk sambil mendesah, perasaannya galau dan sangat letih. Pengalaman hari itu membuatnya frustrasi. Hanya dengan empat puluh dollar di dalam dompet, dia dengan putus asa berusaha mencari bank yang mau memberikan uang terhadap pembayaran berbentuk cek yang ada di tangannya.

Dia tinggal di kota kecil, dan tidak terdaftar di salah satu bank di sana – dan bank tampaknya tidak memiliki niatan untuk membantu. Selama dua minggu dia berusaha dan berusaha – tapi tampaknya tidak berguna. Dengan uang tunai yang berkurang dengan cepat, dia tidak memiliki lagi sumber keuangan yang lain. Bagaimana dia bisa terus menopang hidupnya sendiri beserta kedua anaknya? Dia hanya berpikir berapa lama lagi dia dan kedua anaknya dapat bertahan dengan uang yang tersisa.

Untuk melepaskan diri dari segala beban yang sedang ditanggungnya, Danielle memutuskan untuk mengikuti pertemuan di Pusat Dukungan Wanita yang ada di kota kecil itu. Para wanita yang ada di pertemuan itu telah banyak memberi semangat hidup padanya saat dia lari dari rumah untuk menyelamatkan diri. Pikirannya mengembara kemana-mana saat dia duduk di ruang pertemuan. Dengan keputusasaan yang dalam, dia ingin agar dapat memperoleh harapan dan semangat yang baru sehingga bisa menjalani hidup sebagai orang tua tunggal.

”Selamat siang semuanya,” terdengar suara yang membuyarkan lamunan Danielle. Itu adalah pemimpin kelompok wanita itu. “Apakah ada yang mau mulai?”

Duduk di samping Danielle, Amy membersihkan tenggorokannya. “Saya,” katanya. Amy mulai menceritakan secara terperinci keadaan hidupnya yang sangat menyedihkan. Dia mulai dari masalah pribadi yang berat dengan suaminya dan baru beberapa hari kehilangan rumah dan mobilnya. Telepon dan aliran listrik terancam akan diputus. Suaminya telah menghabiskan seluruh uangnya untuk judi. Dia juga tengah berjuang untuk melepaskan diri dari kecanduan obat-obatan. Hubungan dengan suaminya memburuk sampai pada tahap mengancam keselamatan dirinya. Uang terakhir yang ada sudah dibelanjakan membeli makanan untuk anaknya dan pempers untuk bayinya. Tidak ada lagi yang tersisa. Sama sekali tidak ada.

Saat Amy meneruskan penjelasannya, Danielle mendengar bisikan Tuhan di dalam hatinya. “Setelah pertemuan selesai, berikan dua puluh dollar pada Amy.” Tapi Danielle langsung berpikir, “Tapi saya tidak bisa. Saya hanya punya empat puluh dollar satu-satunya.” Kembali dia mendengar perintah itu, bahkan lebih jelas.

Danielle tahu bahwa dia harus taat. Saat selesai pertemuan, dia mengambil dompet dan perlahan menarik uang dua puluh dollar untuk Amy. Karena mengetahui keadaan Danielle, awalnya Amy enggan untuk menerima pemberian itu. Tetapi saat para wanita lain berdatangan memberi Amy pelukan dan dukungan, Danielle berkata padanya bahwa Tuhan menginginkan hal itu dilakukanya. Kemudian Danielle keluar.

Saat Danielle membuka pintu mobil, dia mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh saat Amy melangkah ke arahnya, Air mata mengalir di pipi saat Amy berkata, “Bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya. Air mata itu semakin deras saat Amy mengambil dompetnya. Dari dalam dia dia menggeluarkan selembar kertas kuning botol obat. “Saya mengambilnya kemarin.” Dia menunjukkan kalimat di barisan bawahnya. “Saya penderita diabetes yang bergantung dengan obat. Saya perlu obat ini setiap hari sepanjang hidup. Sampai tadi pagi saya tidak tahu bagaimana saya bisa membeli obat ini lagi untuk menyambung hidup.” Air matanya kembali mengalir saat dia menunjukkan bahwa obat itu harganya tepat dua puluh dollar!.

Itu adalah saat dimana Danielle merasa diperbaharui semangatnya dengan harapan dan kedamaian. Dia berkata pada Amy, bahwa dia tidak tahu kalau Amy memerlukan obat diabetes itu; tetapi Tuhan tahu. Saat dia melihat bahwa masalah Amy jauh lebih besar daripada yang dihadapinya, Tuhan memperlihatkan bahwa Ia mampu menolongnya menuntun setiap langkah dan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya sehingga bisa melewatinya, satu langkah setiap saat. Kata-kata penghiburan dan penguatan yang diucapkan Danielle kepada Amy sebetulnya adalah kata-kata untuknya sendiri.

Sekarang, hanya dengan dua puluh dollar di dalam dompet, dia mencoba sekali lagi untuk menukarkan ceknya dengan uang tunai di beberapa bank dalam perjalan pulang. Saat dia mengantisipasai terhadap kemungkinan penolakan yang telah dihadapi diibeberapa bank sebelumnya, hatinya sekarang sudah penuh dengan rasa percaya diri dan semangat yang baru. Dengan harapan di tangan, dia masuk ke bank yang ada di dekat kantor Pusat Dukungan Wanita. Tak berapa lama, bank itu memberikan sejumlah uang membayarkan cek yang dia sodorkan tanpa banyak bertanya!

Dengan wajah berseri-seri Danielle pulang. Saat tahu bahwa hari-hari yang penuh kepastian akan perubahan pasti tiba, dia menemukan harapan baru yang menyala-nyala. Dia tidak pernah bertemu Amy lagi, tetapi dia percaya bahwa Tuhan pasti menjaga kehidupannya Amy beserta kedua anaknya – seperti halnya dia juga merasa yakin bahwa Tuhan menjaga hidupnya dan kedua anaknya sendiri.

Tiga tahun berlalu, saat Danielle menyadari bahwa harapan yang sebenarnya tidak ditentukan oleh banyaknya uang. Dia terus berterima kasih karena Tuhan mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya, sehari demi sehari - lebih dari dua puluh dollar yang pernah tersisa di dalam dompetnya.

Bila ibu boleh memilih

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih
Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu
Maka ibu akan memilih mengandungmu…
Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah

Sembilan bulan nak,… engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata…

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu
Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu
Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan
Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit,
Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia
Saat itulah… saat paling membahagiakan
Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah,
Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,
Maka ibu memilih menyusuimu,
Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat berharga
Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat
Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle
Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu

Tetapi anakku…
Hidup memang pilihan…
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana
Maka maafkanlah nak…
Maafkan ibu…
Maafkan ibu…
Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita,
Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang
Percayalah nak…
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak…
Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu…

Tiga Karung Beras

Ini adalah makanan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang.

Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah.

Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut dan kemudian berkata kepada ibunya: " Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana".

Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya.

Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : " Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.

Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".

Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam- macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !".

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.

Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi."

Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.

Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point.

Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.

Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah.

Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."

Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar.

Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: "Oh Mamaku..................

RACUN...

Seorang gadis baru menikah dengan pria idamannya dan tinggal di Wisma Mertua Indah.
Dalam waktu singkat, ia mengetahui bahwa ia sangat tidak cocok tinggal dengan ibu mertuanya, dikarenakan karakter mereka sangat jauh berbeda. dan ia sangat tidak menyukai kebiasaan ibu mertuanya.

Hari berganti hari begiti pula bulan berganti bulan, ia dan ibu mertuanya tidak pernah berhenti berdebat dan bertengkar, dan yang membuat ia semakin kesal adalah adat istiadat di daerah itu yang mengharuskan ia untuk selalu menundukkan kepala untuk menghormati mertuanya dan mentaati peraturannya.

Semua kemarahan dan ketidak bahagiaan di dalam rumah itu menyebabkan kesedihan yang sangat mendalam pada hati suaminya yang berjiwa sederhana.

Akhirnya ia tidak tahan lagi dengan sifat buruk dan kelakuan ibu mertuanya, dan ia benar-benar telah bertekat untuk melakukan sesuatu.
Ia lalu pergi menjumpai seseorang teman ayahnya dan mempunyai Toko Obat Cina.

Ia menceritakan situasinya dan meminta untuk dibuatkan ramuan racun yang sangat kuat untuk diberikan kepada ibu mertuanya.
Teman ayahnya tersebut berpikir keras sejenak lalu berkata "Saya mau membantu kamu menyelesaikan masalah mu, tetapi kamu harus mendengarkan dan mentaati apa yang saya sarankan?".
Lalu ia berkata " baiklah saya akan mengikuti apa saja yang bapak katakan. Apa yang harus saya perbuat?"
Lalu teman ayahnya tersebut masuk kedalam dan tak lama kemudian kembali dengan membawa segenggam bungkusan.
Kemudian berkata "Kamu tidak bisa memakai racun yang keras dan mematikan seketika untuk menyingkirkan ibu mertuamu, karena hal itu akan membuat semua orang akan menjadi curiga, oleh karena itu saya akan memberimu ramuan beberapa jenis tanaman obat yang perlahan-lahan akan menjadi racun dalam tubuhnya".
teman ayahnya melanjutkan " Setiap hari, sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan obat ini kedalamnya. Lalu, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, ka mu harus hati-hati sekali dan bersikap sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya taati semua kehendaknya dan perlakukan dia layaknya seorang ratu".

Ia sangat senang. kemudian berterima kasih kepada teman ayahnya tersebut dan buru-buru pulang kerumah untuk memulai rencana membunuh ibu mertuanya.

Hari demi hari, minggu demi minggu pun telah berlalu.
setiap hari ia melayani mertuanya dengan makanan yang enak-enak yang sudah "dibumbuinya".
Ia mengingat semua petunjuk dari teman ayahnya tentang hal mencegah kecurigaan. Maka ia mulai belajar untuk mengendalikan amarahnya dan mentaati perintah ibu mertuanya serta memperlakukan layaknya ibunya sendiri.

Setelah enam bulan lewat, suasana di dalam rumah itu berubah secara drastis.
Ia sudah mampu mengendalikan amarahnya sedemikian rupa sehingga ia menemukan dirinya tidak pernah marah lagi atau kesal,
Ia tidak pernah berdebat lagi dengan ibu mertuanya selama enam bulan terakhir, karena ia mendapatkan ibu mertuanya kini tampak lebih ramah kepadanya.

Sikap ibu mertua terhadapnya telah berubah dan mulai mencintainya seperti putrinya sendiri.
Ibu mertuanya terus menceritakan kepada kawan-kawan dan sanak familinya bahwa dia adalah menantu yang paling baik yang ia peroleh.
Ia dan ibu mertuanya saling memperlakukan satu sama lain layaknya seorang ibui dan anak yang sesungguhnya. Suaminya pun sangat bahagia me nyaksikan semua ini terjadi.

Suatu hari ia pergi ke Toko Ramuan untuk menemui teman ayahnya dan meminta bantuannya sekali lagi.
Ia berkata " Pak, tolong saya untuk mencegah supaya racun yang saya berikan kepada ibu mertua saya tidak sampai membunuhnya!!.. Ia telah berubah menjadi seorang wanita yang begitu baik, sehingga saya sangat mencintainya seperti kepada ibu saya sendiri. Saya tidak mau dia mati karena racun yang saya berikan kepadanya"
Teman ayahnya tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya tidak pernah memberi kamu racun. Ramuan yang saya berikan kepadamu hanyalah ramuan penguat badan untuk menjaga kesehatan beliau"
Ia melanjutkan "Satu-satunya racun yang ada adalah yang terdapat didalam pikiranmu sendiri, dan di dalam sikapmu terhadapnya, tetapi semua itu telah tersapu bersih dengan cinta yang kamu berikan kepadanya."

SADARKAH ANDA BAHWA SEBAGAIMANA ANDA MEMPERLAKUKAN ORANG LAIN MAKA DEMIKIANLAH PERSIS MEREKA MEMPERLAKUKAN ANDA?????